Yang namanya setia itu selalu diartikan hanya bertahan pada satu hati, satu orang. Saya setuju. Jika berhenti pada pemaknaan untuk bertahan pada satu hati, satu orang..saya setuju.
Tapi, apa benar perasaannya bertahan sedemikian juga? Apa benar setia juga harus diartikan hanya tertarik, suka, senang, pada satu orang saja? Apa benar orang-orang yang tergolong setia pada pasangannya tidak pernah memikirkan orang lain? Tidak pernah tertarik pada orang lain? Perasaan manusia itu rumit sekali untuk bisa dijelaskan.
Dalam kehidupannya, satu manusia akan selalu bertemu manusia lain. Dan diantara sekian banyak orang lain yang ditemuinya, pasti akan ada satu dua yang tampak lebih dari pasangan yang dimilikinya, entah itu kecantikan atau ketampanannya, bentuk tubuh, atau penampilan lainnya. Lalu, bagaimana perasaannya melihat kenyataan itu. Tidak tertarik?masa sih??. Ketika seseorang mungkin sedang mengalami kejenuhan dengan segala yang terjadi di kehidupannya.
Seringkali momen seperti ini menyangkut juga kejenuhan pada hubungan dengan pasangan yang mungkin begitu-begitu saja. Bukankah ini membuat orang tersebut mencari sesuatu yang dapat mengobati rasa jenuhnya? Dan bergantung pada orang yang bersangkutan, obat yang dicarinya bisa benar dan bisa juga melenceng dari seharusnya. Mulailah kegiatan melirik kanan kiri. Sampai disini, apakah artinya itu melibatkan seluruh hati dan perasaan cinta yang dimiliki? Karena jika mengacu pada pengertian setia sebagai perasaan pada satu orang saja, jelas hal melirik-lirik ini salah.
Jika ada orang yang mengatakan bahwa tidak pernah tertarik pada orang lain selain pasangannya, apakah itu tidak berarti dia tidak pernah menghadapi tantangan dan godaan? Tantangan dan godaan yang justru dapat menguji kesetiaannya. Bagaimana dengan orang yang seringkali tertarik pada orang lain, namun dia sungguh mengerti bahwa ketertarikan itu hanya bisa berhenti disana. Dia tidak ingin melakukan tindakan apa-apa diluar rasa tertariknya pada orang lain itu, karena kesadarannya untuk berkomitmen pada pasangannya saja.
Bukankah ini lebih bisa disebut setia, karena dalam menghadapi tantangan dan godaan yang begitu besar, dia tetap mampu mengendalikan dirinya. Dia tidak munafik sebagai manusia, tapi dia mengetahui mana jalan yang benar yang harus dijejakinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar